Lahir di Solo, pernah 8 tahun tinggal di Bali. Pensiunan abadi sekaligus Web Programmer & owner di Gravis Web Design, juragan CeritaInspirasi.net, PEPeku.com, IlmuPengetahuan.org, Akun.biz, Travelindonesia.org, dan puluhan web lainnya. iOS & Android apps developer, PHP & jQuery engineer, UI designer, tukang foto keliling, hobi maen drum & kibor, internet marketer & SEO master (katanya), writer & editor buku, servis TV & radio, benerin genteng, gali sumur, tukang pijet, serta beberapa side job gak penting lain. Biasanya naik sepeda gayung atau malah jalan kaki. Hobi keliling Indonesia, bongkar-pasang komputer, penikmat seni, suka hal-hal baru, absolutely free-man, dan yang penting suka sambel dan masakan Jawa.
Seorang lelaki, secangkir kopi, dan lamunan sore hari
Pengen banget aku cerita mengenai wisata kuliner di Solo, yaitu Hik. Anyway, aku lahir di Solo, sekolah dari TK hingga kuliah juga di Solo. Seharusnya aku sangat mengenal kota ini, tetapi nyatanya belum! Sebenernya, aku baru kenal keistimewaannya justru pada saat meninggalkan Solo dan berkelana di banyak tempat. Banyak sekali hal-hal yang istimewa di Kota Solo yang terlewatkan begitu saja hanya karena aku sudah ‘terbiasa’. Setelah ‘gak ada’, baru sadar bahwa kota Solo memang sangat seksi.. (menyebalkan tapi bikin nafsu.. nafsu makan maksudnya 😀 ).
Mungkin untuk urusan alam masih kalah jauh dengan Bali, pantai pun di sini gak ada. Salah satu hal yang membuatku rindu untuk selalu kembali dan kembali ke Kota ini adalah makanannya. Iyah! makanan khasnya! Dulu banget aku masih gak ngerti kenapa restoran-restoran modern sulit laku di Solo, kenapa dulu fast food di Solo banyak yang sepi (kalo mau rame harus nebeng mall), kalaupun rame biasanya hanya diminati warga pendatang atau keturunan. Ternyata memang ini jawabannya, makanan khas di sini uenak-uenak puool! Jauh banget antara suasana, harga, dan cita rasanya jika dibanding dengan resto-resto (sok) modern itu.
Asal tahu aja, aku sendiri sempet stress waktu harus cari duit di Jakarta, Bali, dan juga di benua seberang, ya gara-gara gak ada makanan yang cocok di lidah. Pas di Bali pertama kali, lebih dari seminggu aku gak doyan makan, cuma makan mi instan tok. Gak mungkinlah tiap hari makan di McD atau KFC mlulu (bosen euy). Tetapi, kalaupun nekat makan di warung-warung Jawa di sana, menurutku rasanya juga cukup aneh, jadinya malah gak doyan makan (memang gak semuanya sih). Setidaknya butuh waktu lebih dari sebulan untuk beradaptasi dan berburu warung masakan Jawa sampai bener-bener nemu yang cocok.
Gak cuman makanan, ternyata minuman pun gak ada yang cocok. Di sana hampir semua warung dan restoran menggunakan teh celup. Padahal, aku paling gak doyan teh celup >.< rasanya gak karu-karuan. Di Solo, teh celup seperti diharamkan. Jarang banget yang minum teh celup kecuali kepepet. Hampir semua warung dan rumah tangga menggunakan teh cem-ceman atau istilah kerennya “teh cong”. Bahan teh yang digunakan untuk cem-ceman pun kadang merupakan campuran dari beberapa merk dengan perbandingan tertentu untuk menghasilkan rasa dan kekentalan yang pas.
Solo memang dikenal sebagai Kota yang tidak pernah tidur. Kota ini selalu ramai dari pagi hingga pagi lagi. Kalau cuma sekedar cari makanan, maka 24 jam selalu ada. Malah kalau menurutku, justru yang enak, menarik, dan unik adalah makanan-makanan yang dijual mulai tengah malam hingga pagi hari. Kalau pas siang sih makanannya biasa aja, kayak kota-kota lain. Hal ini juga yang kadang bikin aku ‘roaming’. Misalnya pas main ke Palembang dulu, pengennya sih cari inspirasi, jalan-jalan sendirian, dan cari tempat makan, pas tengah malem tentunya – seperti di Solo. Tetapi, ternyata jalanannya sepi banget, gak ada satu pun kendaraan yang lewat, gak ada warung atau toko yang buka, cuma ada beberapa preman yang menatap dengan sangar.. *jadi takut sendiri dan langsung balik hotel*. Eh, padahal itu jalan protokol loh, banyak mall-mall yang menjulang tinggi.
Oke deh, pada artikel ini dan beberapa artikel selanjutnya, aku akan cerita mengenai makanan dan tempat-tempat makan spesial di Solo. Rugi banget kalo berkunjung ke Solo tapi belum pernah menikmati kuliner-kuliner Solo yang aku tulis di postingan ini dan berikutnya.
Biasa juga disebut ‘Hik Solo‘, tetapi karena ini di Solo, maka gak ada yang namanya Hik Solo.. hik itu ya hik! Hik sebenernya bukan jenis makanan, tetapi sebutan bagi sebuah konsep warung yang biasanya berjualan di malam hari. Dulunya, hik adalah pasangan dari tenongan. Tenongan mirip dengan Hik, tetapi menggunakan gendongan dan biasanya penjualnya wanita. Jika pagi ada tenongan, maka kalo malam ada hik. Dulu di Solo pas gue masih kecil, kalo pagi pasti nungguin tenongan buat sarapan, dan kalo malam nungguin hik buat cari cemilan.
Hik sudah ada di Solo sejak jaman dahulu kala. Beberapa artefak dan liturgi jawa juga menyebutkan tentang keberadaan hik Solo yang begitu diminati rakyat. Telik sandi (mata-mata) kerajaan sering memanfaatkan hik untuk mendengarkan pendapat rakyat. Hik juga sering nongol di foto-foto lawas jaman penjajahan belanda di Solo. Dulunya, hik tidak berbentuk warung, tetapi dipikul memakai angkring dan berkeliling dari kampung ke kampung. Ketika angkring itu berhenti atau dipanggil, di situlah orang-orang mulai ngumpul. Seiring dengan perkembangan jaman, Hik kemudian menggunakan gerobak. Trus, udah gak keliling lagi, tetapi berbentuk warung lesehan semacam tempat nongkrong. Popularitasnya pun mulai menyebar, hik diadaptasi menjadi ‘angkringan‘ di daerah Jogja dan kadang disebut ‘wedangan‘.
Berbeda dengan warung biasa, hik memiliki sajian-sajian yang khas. Salah satu makanan khasnya adalah sego kucing (sebungkus nasi dengan secuil bandeng plus sambal). Selain itu disediakan juga berbagai macam makanan yang ditusuk seperti sate. Sate-sate ini biasanya terdiri dari sate kikil (kadang disebut wayang), sate hati, sate uritan, sate babad, sate kerang, sate telur puyuh, dsb. Pengunjung tinggal menunjuk dan meminta sate-sate ini untuk dibakar ama penjualnya, bisa juga dimakan langsung karena semuanya udah mateng. Selain sate, hik biasanya juga menjual makanan kecil seperti jadah, wajik, saren, dan berbagai gorengan.
Selain makanan ‘siap saji’ tersebut, ada juga makanan-makanan unik yang bisa dipesan-tunggu, seperti gedhang owol, yaitu semacam pisang yang dibakar kemudian diberi susu kental manis, keju, dan coklat. Berbagai ‘minuman malam’ pun juga disediakan di sini, dari teh nasgitel (panas, legi, kuenthel.. 😀 asli cem-ceman, bukan teh celup, loh!), jahe gepuk (bukan jahe bubuk kayak di toko, nek!), susu, kopi, coklat, dan berbagai kombinasinya (misal teh jahe, kopi jahe, susu kopi, dsb).
Yang aku suka dari hik sebenarnya bukan hanya makanannya, tetapi justru suasananya. Temen-temen Gravis pun hampir tiap malam pasti nongkrong di hik nya Kang Kardi, sebuah hik gerobak keliling yang hampir tiap malam ngetem di pertigaan deket kantor. Di sana kita biasa ngobrol dengan orang-orang di kampung, ngomongin berbagai hal, dari yang penting sampai gak penting, dari poliklinik sampai politik.. :D.
Memang, ada semacam kehangatan, keramahan, dan tali persaudaraan di hik. Gak seperti restoran yang gak kenal siapa-siapa pengunjung atau pemiliknya, gak cuman makan-selesai-pulang. Makanya, kita bisa melewatkan waktu berjam-jam di hik tanpa terasa. Hik adalah tempat untuk mengobrol, berbagi, hingga ngrasani. Tidak ada yang namanya perbedaan pangkat atau kedudukan, dari pejabat hingga rakyat, dari seniman hingga bisnisman, dari polisi hingga preman.. semuanya saling berbaur, berdiskusi, dan bercanda satu sama lain, sambil bercengkrama dengan bulan, serta menitipkan mimpi pada bintang #halah.
Saat malam, hik sangat mudah ditemukan di Solo, tersebar di berbagai jalan raya dan sudut-sudut kampung. Biasanya mulai terlihat sekitar jam 6 sore dan baru tutup sesudah tengah malam, kadang sampai pagi. Di bawah ini adalah beberapa hik yang cukup terkenal di Solo.
Hik Pak Gerok
Salah satu favorit saya, karena dagangannya yang lengkap dan ada rokok ecerannya :D. Di sebut ‘gerok’ karena penjualnya memiliki suara yang serak (jawa: gerok). Berlokasi di Jln AdiSucipto Solo. Di sini sego kucingnya tidak dibungkus, melainkan dijual dalam bentuk piringan. Buka dari jam 6 sore sampai 12 malam.
Hik Kodim
Disebut “Kodim” karena berlokasi di depan markas KODIM Solo. Cukup terkenal mungkin karena letaknya di jalan protokol kota Solo: Jl. Slamet Riyadi. Buka dari jam 6 sore sampai jam 1 pagi.
Hik Pak Kumis
Penjualnya jelas berkumis. Sempat menjadi trend dan menjadi tempat favorit buat para ABG Solo untuk nongkrong dan pacaran. Buka dari jam 6 sore sampai jam 12 malam.
Wedangan Klithik
Cukup terkenal karena tehnya yang sangat dahsyat. Tidak seperti teh biasa, selain nasgitel, di sini gulanya dikasih lebih banyak. Memang sengaja tidak diaduk oleh penjualnya agar tidak kemanisan dan bisa mengendap di gelas bawah. Tujuannya, bila ada pengunjung yg minta tambah teh, tinggal dituang aja teh tawar cem-cemannya, gak perlu ditambah gula lagi. Disebut ‘Klithik’ mungkin karena pengunjungnya yang selalu sibuk mengaduk teh (dan berbunyi klitik-klitik) setiap kali minta nambah teh. Buka dari jam 6 sore sampai jam 2 pagi.
Wedangan Pink-Pink
Cukup dekat dengan rumahku. Makanannya super lengkap. Buka dari jam 6 sore sampai jam 1 pagi.
Hik Theg-seg
Selain sego kucing, di sini juga menjual nasi pecel dan dan nasi oseng-oseng. Mulai buka sekitar jam 11 malem dan sangat ramai pada jam 2-3 pagi, tutup pada jam 5 pagi.
Wedangan Gosam
Wedangannya cukup unik. Di sini, sate yang mau dibakar dikasih bumbu lagi. Ada bumbu pedas, kecap, bumbu kacang dsb; tergantung permintaan pengunjung. Buka dari jam 6 sore sampai jam 12 malem.
Berikut ini adalah lokasi-lokasi dari hik-hik Solo tersebut:
[google-map-v3 shortcodeid=”TO_BE_GENERATED” width=”100%” height=”400″ zoom=”12″ maptype=”roadmap” mapalign=”center” directionhint=”false” language=”default” poweredby=”false” maptypecontrol=”true” pancontrol=”true” zoomcontrol=”true” scalecontrol=”true” streetviewcontrol=”true” scrollwheelcontrol=”false” draggable=”true” tiltfourtyfive=”false” enablegeolocationmarker=”false” enablemarkerclustering=”false” addmarkermashup=”false” addmarkermashupbubble=”false” addmarkerlist=”-7.553176,110.798551{}1-default.png{}Hik Pak Gerok|-7.566523,110.810552{}1-default.png{}Hik Kodim|-7.553088,110.812604{}1-default.png{}Wedangan Klithik|-7.547767,110.821031{}1-default.png{}Wedangan Pink Pink|-7.548243,110.821162{}1-default.png{}Wedangan Thek Seg|-7.544757,110.809294{}1-default.png{}Wedangan Gosam” bubbleautopan=”true” distanceunits=”km” showbike=”false” showtraffic=”false” showpanoramio=”false”]
Dan diriku pun wis ping 2 mbok jak nongkrong ndik hik. Tapi sing pertama kae lo menune muacem2. Menune nek dipangan mbendino iso marakke lemu haha..
Lha sing pertama kae jenenge “Pak Gerok” 😀
Di Pekanbaru sekarang juga banyak tempat makan seperti angkringan ini. Bisa ditemukan di beberapa ruas jalan. Jadi kalau mas Jodi ke Pekanbaru dan kesulitan menyesuaikan lidahnya dengan kuliner Sumatra, nanti diantar ke angkringan. Jadi kapan ke Pekanbaru? Hahaha
Secepatnya Bang aku ke sana.. sebenernya pengen banget, lagi nyari waktu longgar 😀
ide menarik.. apalagi kalo bisa konsisten dengan tema ini, kurasa jika aku menjadi pengunjung asing disinipun akan merasa senang dan betah. ngomong apa saya ini.. btw angkringan pak kardi juga masuk woi 🙂
Hehe.. kalo di Prawit, Kardi memang nomer satu 😀
Sayangnya pak kardi suka gak hadir tanpa alasan yang jelas
ke solo rasanya kurang lengkap tanpa nongkrong di hik…
Betul!
mangan truuss… *cubit perut buncit*
Biarin yeee… :p
oo jadi hik itu kayak angkringan ya kak?
Yup, kurang lebihnya seperti itu 😀
Hiks, kapan aku makan di Hik? 🙁
Kuwi nek galau makan sate hati sembuh, gak? 😀 😛
Biasanya sembuh..
blog baru ya? ihihi… aku lama ga periksa blog yang itu.
kuliner? hmmm… kalori tinggi ah
hahaha… :p
Mantep nan pokmen.
yeeaah…. 😀
Up date woiiii
Up dateeee #SombongDikit, ah
Padahal baru up date dua kali akunya huahahahaha
Iyoooo.. sabar yo, lagi repot nii.. >.<
Baru tahu ini yang namanya HIK.
Saya belum pernah ke Solo sih, asli SUrabaya jadi taunya mung Semanggi sama Rujak Cingur.
Suwon Mas, infonya. Besok nang Solo tak coba golek HIK ^^
mau dooong di ajak makan lagi di solo
Mas, ada buku atau sumber tertulis tentang sejarah HIK? terimakasih
Kurang tahu, aku gak punya hehe.. 😀